Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Islam dan Pembebasan Kaum Tertindas

“Aslama yuslimu” yang bermakna menyelamatkan, memberikan kesejahteraan, Fakta dilapangan yang kita tahu justru umat islam sekarang sedang tidak memiliki aset perekonomian. Umat islam sedang tidak kuasa terhadap kemandirian dirinya. Kesenjangan dilapangan jarak antara si kaya dan si miskin sangat berbeda jauh sangat tajam. Berbanding sangat drastis dibanding orde lama. 

Pasca reformasi semua serba bebas dan liberal, pasca reformasi semua legal, si kaya legal dengan penghasilan perbulan 500 juta sedangkan jumlahnya jutaan. Sedangkan yang berpenghasilan 500 ribu hingga 700 ribuan jumlahnya juga sangat banyak tidak kalah dengan yang berpenghasilan 500 juta. Maka data ini bisa kita jadikan bahan refleksi sebagai kaum muslim dan sebagai kaum mayoritas sebagai pelaku sejarah direpublik ini. Teologi pembebasan seolah hanya menjadi spirit belaka, tanpa praksis yang nyata


Maka dengan adanya fenomena ini kita harus kembali memformulasikan gerakan-gerakan baru diera milenium yang serba cepat tanpa pandang bulu. Kekejaman kapitalisme sudah mendarah daging sampai kerelung-relung tubuh kemanusiaan, tanpa pandang dia kaum proletar ataupun kaum terdidik. Sehingga aktivis pun ikut terseret kelubang yang serupa. 

Sejarah bangsa ini, islam dimasa lalu, harusnya mampu kita jadikan bagian dari referensi kita untuk kembali bangkit dari tidur yang terlalu lama. Kita harus tau diri sehinga what next kita mampu memformulasikan dengan pendekatan teknik yang mujarab, sehingga seluruh elemen mampu tersentuh oleh air mata islam sebagai spirit pembebasan. 

Kemiskinan harus kita lawan! Para kaum dhuafa’ harus kita sentuh dan bebaskan dari belenggu ketidak mampuan mereka untuk memerdekakan dirinya sendiri. Apapun agama dia, apapun keyakinan dia, apapun ras dan suku apabila sudah berujung kepada aspek kemanusiaan kita harus hadir dan terpanggil tidak ada tendeng aling-aling. Bila dia adalah manusia, harus kita selamatkan tidak ada yang berhak mencabik-cabik nilai-nilai kemanusiaan, apalagi dia adalah islam kita harus sangat berpihak dan bahkan kita harus mampu mengangkat derajat dirinya sehingga kita mampu menjadi kaum yang memang betul-betul seperti yang difirmankan oleh Allah didalam Al-Qur’an “kuntum khoriu ummatin ukhrijat linnasi” artinya kemudian kita adalah umat terbaik, islam ya’lu wala yu’la alaih, energi ini, sugesti ini harus masuk kealam bawah sadar para aktivis muslimin sehingga kita akan berjuang selama-lamanya demi merealisasikan apa yang dicita-citakan oleh islam bangsa dan persyarikatan Muhammadiyah. 

Bila kita berbicara organisasi, seperti yang disampaikan oleh buya syafi’i maarif, bahwa “islam yang sebenar-benarnya adalah yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan kemanusian, dan Muhammadiyah yang sebenar-benarnya adalah yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan kemanusiaan” begitulah seyogyanya, sehingga spirit kita harus bangkit dan kembali bersatu dalam aksi-aksi altruisme, sehingga kita mampu meremajakan para kaum marginal sekalipun, bahkan bisa membantu mereka untuk bertranformasi sosial sehingga mempunyai martabat dan dimuliakan, apapun masa lalu mereka, sekelam apapun mereka, mereka memiliki hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Negara harus hadir. Bila tidak hadir maka LSM, NGO, Ormas harus memaksa negara agar memperhatikan, karna angka kemiskinan setiap tahun bukanlah permasalahan sederhana. Ini adalah permasalahan yang cukup serius dan cukup fundamental, tidak kalah seriusnya dengan permasalahan politik, sosial, budaya. Ayahanda Said Tuhuleley kita pernah berkata “tidak ada kalimat istrirahat selama rakyat masih menderita”. Bahkan beliau Pak Said tidak menikah, karna kerja-kerja sosial dia lalui begitu khidmat. Salam hormatku padamu pak Said, karna kaulah inspirasi para kader muda Muhammadiyah, selamat jalan. 

Negara kita memang memiliki sistem yang begitu rumit. Meminjam istilah dari Pak Kuntowijoyo di negara kita ini banyak kaum mustadafin, alias dimiskinkan karna struktur sosialnya dan sistem pemerintahanya mendukung untuk kita masuk dari bagian kaum mustadafin. Bila azumardi azra menyampaikan bahwa kaum miskin di negara kita apabila penghasilan sehari dibawah angka 20 ribu, sungguh miris hampir seluruh mahasiswa yang tidak bekerja tergolong mereka miskin, maka beban negara ini tidak ringan, tentu sangat berat bila tidak dibantu dengan sikap antisipasi dari jauh-jauh hari, wassalam. Maka, kita harus mampu merekayasa. Dimasa yang akan datang akan ada banyak perubahan-perubahan sosial disegala sektor kehidupan berbangsa kita dan bernegara kita. Antisipasi ini harus massif dan tersruktur agar masyarakat mampu mengantisipasi. Bila tidak, tamat sudah riwayat bangsa ini dengan jutaan umat muslim didalamnya. 

Sungguh aneh dan malasnya kita bila tidak mampu berkompetisi dengan dunia global yang sangat ganas dan tanpa ampun, persaingan dan kompetisi sudah menjadi keniscayaan, maka tidak ada pilihan lain kecuali kita harus mempersiapkan diri, untuk kemungkinan-kemungkinan dimasa yang akan datang, dunia lapangan kerja semakin sempit, kompetisi dari warga negara asing semakin mencengkram negeri ini tidak bisa elakkan. Bedebah diri kita bila hanya menjadi penonton. Warga muhammadiyah tentu harus merespon isu besar ini, strategi jitu harus kita formulasikan untuk kemajuan islam dan bangsa ini. 

Pembebasan kaum dhuafa maupun kaum mustadhafin merupakan kerja kolegtive, bukan kerja pribadi. alangkah beratnya bila dikerjakan segelintir orang, apapun tantanganya kedepan kita harus persiapkan lagi-lagi saya tekankan untuk terus memproyeksikan SDM dimasa yang akan datang untuk siap tanding, dengan berbagai kalangan diluar sana, baik disektor ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Kita harus mampu mencetak para ekonom-ekonom handal dan militan, berintegritas, kita harus mampu melahirkan para entrepeneurship yang mampu menyediaakan lapangan pekerjaan bagi khalayak umum. Fenomena yang ada justru kaum muslimin dibiarkan berdagang dipinggir sawah dan hanya menerima apa adanya, nerimo ing pandum. Sungguh dogma-dogma masa lalu dikalangan jawa masih cukup mengakar ditubuh para kaum jawanism, sehingga para chines bussines mereka menjarah dipusat tengah-tengah kota sungguh luar biasa, kita selalu menjadi penonton, kita selalu mengeluh tanpa hadir dengan sebuah solusi ataupun alternatif. 

Tapi kita tidak boleh pesimes, karna kitab al-qur’an mengajarkan kepada kita untuk selalu senantiasa optimis dalam memandang masa depan, “ya ayyuhalladzi na amanu wal tandzur maqoddamat lighod” sehingga kita harus terus berinovasi dan berkreasi untuk menjawab tantangan-tantangan dimasa yang akan datang. Keras memang, tapi indah bila dijalani. Tugas kita memang tidak mudah, tugas kita penuh perjuangan, apalagi kaum muda harus terus hadir ditengah gegap gempitanya negeri ini, jangan pernah lari, anak muda harus siap pasang badan untuk masa depan negerinya, bangsanya dan umat islam pada khususnya, tidak bisa dipungkiri motor penggerak perubahan bangsa ini sesungguhnya ada pada para pemudanya, bila pemudanya loyo tanpa spirit sudah bisa dipastikan akan segera selesai, pemuda identik dengan perubahan, pemuda identik dengan semangat yang meletup-letup tak boleh lari apalagi pergi, apalagi mundur bila itu terjadi sudah jelas dia adalah penghianat, kita harus mendobrak kemampanan, kita harus sadarkan para bedebah di NKRI agar mereka sadar mereka tidak sedang main-main dengan manusia pilihan. Sehingga saya betul mengidam-idamkan cita-cita negara ini betul-betul terwujud mandiri, sejahtera, makmur, adil, dan berdaulat disegala sektor hingga disebut didalam al-Quran “baldatun toyyibatun warobbun Ghofur”  dan pemuda harus mampu menjadi pelayan untuk masyarakat seperti slogan Day to day to delevery service.


oleh: Ahmad Zia Khakim (Abdi Revolusi)
Ketua PC IMM Ahmad Dahlan Kota Sukarakarta
Presiden Republik Indonesia 2045

Posting Komentar untuk "Islam dan Pembebasan Kaum Tertindas"