Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Muslim Penyembah Simbolisme



Oleh : Dania

            Akhir akhir ini masyarakat indonesia dihebohkan dengan berita vandalisme yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berseragam Barisan Ansor Serbaguna (Banser) pada upacara peringatan Hari Santi Nasional di  alun-alun Limbangan Kabupaten Garut. Berita yang beredar menyebutkan bahwa ada sekelompok Banser beramai-ramai membakar sebuah bendera berwarna hitam yang berlafadz laa ila ha illallah (tidak ada tuhan selain Allah). Dalam pengakuannya, alasan sekelompok Banser melakukan pembakaran terhadap bendera tersebut dikarenakan ada beberapa orang yang melakukan pelanggaran kesepakatan yakni mengibarkan bendera selain bendera merah putih.

           Jika diamati, memang bendera tersebut memiliki kemiripan dengan bendera organisasi massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Seperti kita ketahui, Kementerian Hukum dan HAM ( Kemenkumham) telah mencabut status badan hukum HTI sebagai akibat disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Menurut Kemenkumham HTI dibubarkan karena terindikasi telah bertentangan dengan tujuan,azaz dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu HTI dinilai memberikan pengaruh negatif seperti menimbulkan keresahan dan ketidakharmonisan di dalam masyarakat. Dengan alasan itulah, banyak kelompok masyarakat yang begitu sensitif dengan segala hal yang bersinggungan dengan HTI.
            Berbicara mengenai kasus vandalisme terhadap simbol, memang dari sekian banyak jenis simbol yang ada di dunia, simbol-simbol yang bernuansa religi nampaknya menjadi salah satu simbol yang rawan akan terjadinya konflik. Seperti kita ketahui, pembakaran simbol agama juga pernah terjadi  di Amerika pada tahun 2010 dengan pelaku seorang Pastor bernama Terry Johnes yang dengan sengaja membakar Al-Qur’an dan mengkampanyekan gerakan anti-islam. Vandalisme terhadap simbol agama cenderung akan menimbulkan kesenjangan pada pengikut agama yang menjadi korban vandalisme. Dari kesenjangan tersebut, tidak hanya akan menghadapkan para individu (pelaku dan korban), namun akan berdampak pada masyarakat yang lebih luas. Bahkan tidak jarang kesenjangan tersebut akan disisipi isu dari dimensi lain seperti ekonomi, budaya dan politik. Jika terus dibiarkan maka manusia akan terus mengalami perpecahan tanpa akhir.
            Dalam agama islam, penggunaan simbol dalam syi’ar agama tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, Rasullah bersabda bahwa “Perbedaan antara kita (muslim) dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat maka dia telah kafir”. Tidak ada simbol-simbol agama yang secara tegas ditetapkan oleh Rasulullah sebagai pembeda antara seorang Muslim dan penganut agama lain. Begitupula dengan Al-Qur’an, di zaman Rasulullah, tidak ada Al-Qur’an dalam bentuk buku (mushaf) yang bahkan Rasulullah sendiripun tidak pernah memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk menghimpun ayat-ayat dan menjadikannya dalam bentuk kitab. Hingga kemudian di masa Khalifah Utsman bin Affan Al-Qur’an disusun dan dibukukan. Dengan demikian, memang Rasulullah tidak mengajarkan umatnya untuk menggunakan simbol dalam beribadah.
            Bagi sebagaian orang, penggunaan simbol agama dalam menjalankan ibadah diyakini akan membuat seorang individu menjadi lebih puritan. Memang jika kita amati, ada sebagain orang yang  tersanjung dengan seseorang yang banyak menggunakan simbol agama. Menurut mereka, semakin salih seseorang jika semakin banyak menggunakan simbol agama. Begitupun dengan dinamika sosial yang terjadi di Indonesia kini, simbol-simbol yang diklaim merupakan simbol Islam banyak bermunculan di masyarakat. Salah satunya adalah  munculnya  dikotomi antara “ syari’ah dan konvensional” yang  secara nyata telah memberikan dampak besar didalam lingkungan sosial masyarakat Indoneisa.
            Disisi positif, adanya dikotomi tersebut membuat masyarakat bisa memilih mana yang sesuai dengan ketentuan agama dan mana yang tidak. Tapi dilain sisi tak jarang adanya branding tersebut justru disalahgunakan untuk kepentingan komersiil ekonomi dan bahkan menjadi sarana untuk memecah belah masyarakat dan ini akan menjadi paradoks dengan jiwa Bhineka Tungga Ika. Padahal seperti kita ketahui, Islam adalah agama rahmatan lil alamin (membawah rahmat kepada seluruh alam). Islam selalu mengajarkan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Justru yang sekarang terjadi malah sebaliknya. Hasil riset yang dirilis oleh Maarif Institute pada 17 Mei 2016  menempatkan kota yang penduduknya mayoritas bukan Muslim, Denpasar, sebagai salah satu kota paling ”Islami”. Indikator yang digunakan oleh Maarif Institute dalam mengukur seberapa Islami sebuah kota adalah seberapa Aman, Sejahtera, dan Bahagia sebuah kota tersebut. Muhammad Abduh pernah mengatakan bahwa “al-Islamu mahjubun bil muslimin” yang artinya kebesaran Islam malah tertutup oleh perilaku umat muslim sendiri. Dapat kita saksikan sekarang ,  tingginya penggunaan simbol-simbol islam pada masa kini nyatanya tidak menurunkan angka kriminalitas yang terjadi di masyarakat. Ini menjadi bukti bahwa simbol dalam agama bukanlah menjadi patokan bagi seseorang tersebut akan berperilaku baik atau buruk.
            Berkaca pada kasus yang terjadi di Garut, memang benar tindakan yang akan memicu keresahan itu dilarang baik oleh agama ataupun oleh negara. Namun yang perlu menjadi titik stressing adalah perlunya pelurusan mindset mengenai urgensi simbol dalam beribadah. Penggunaan simbol-simbol Islam tidaklah perlu dipahami sebagai bagian dari dakwah maupun ibadah. Adanya perbedaan pandangan mengenai simbolisme hanya kana membuat umat islam berpecah belah. Demikian pula dengan pemakaian bendera yang sejatinya adalah hanya simbol identitas kelompok masyarakat dan murni produk budaya yang dikembangkan sesuai selera masing-masing komunitas masyarakat, bukan  merupakan produk syariat islam.
            Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hujuraat ayat 13 “Hai manusia, sesungguhya Kami menciptakan kamu dari seorang laki–laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Maka sudah sepantasnya kita tak perlu mempermasalahkan simbol-simbol dalam beribadah dan fokus untuk menbarkan kebaikan-kebaikan yang telah diajarkan oleh syariat Islam baik dalam menjalin habluminallah dan habluminannas.

Posting Komentar untuk "Muslim Penyembah Simbolisme"