Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DE JAVU PILPRES 2019 (MEMBACA PETA POLITIK PILPRES 2019 VERSI PRESIDENTIAL TRESHOLD)

DE JAVU PILPRES 2019
(MEMBACA PETA POLITIK PILPRES 2019 VERSI PRESIDENTIAL TRESHOLD)



Oleh: Dania Syafaat, S.H. (Alumni PIR 34)

Pasal 221 “Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Potik.


Pasal 222 “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Itulah dua buah pasal di dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 yang telah berlaku dan bahkan telah dicoba untuk diuji di Mahkamah  Konstitusi oleh beberapa pihak karena di rasa tidak sesuai dengan Konstitusi hingga akhirnya MK memutuskan untuk tidak dapat menerima permohon tersebut[1]. 

Membahas mengenai putusan tersebut, saya menilai MK seakan melarikan diri. Ini terlihat dari salah satu pertimbangan yang dikemukakan oleh majelis hakim dimana Pemohon dinyatakan tidak memiliki kerugian konstitusional secara langsung terkait dengan pasal 222 tersebut. Menjadi konyol ketika majelis hakim tidak mencoba untuk menyelesaikan permasalahan utama dari Pasal tersebut dan malah justru menyerang individu yang mengajukan tersebut. Selain jurus menyerang individu, ada satu lagi jurus andalan yang akan dikeluarkan oleh para hakim MK yakni “open legal policy” dimana aturan dalam sebuah produk hukum merupakan kebijakan dari sang pembuatnya, sehingga MK merasa angkat tangan jika harus mengotak atik sebuah norma (kasusnya sama dengan LGBT). Namun hakim adalah wakil tuhan, putusannya harus di taati karena sejatinya putusan MK adalah final and binding.

Kembali ke topik masalah, jika kita melihat peta politik yang ada di DPR saat ini , masing masing partai yang menduduki senayan memiliki presentase yang cukup bersaing meliputi [2];

1
FPDIP
109
19,46 %
2
FPG
91
16,25 %
3
FGERINDRA
73
13,04 %
4
FPD
61
10,89 %
5
FPAN
48
8,57 %
6
FPKB
47
8,39 %
7
FPKS
40
7,14 %
8
FPPP
39
6,96 %
9
FNASDEM
36
6,43 %
10
FHANURA
16
2,86 %

Jika disandingkan dengan ketentuan Pasal 222 UU Pemilu “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”. Maka sudah mutlak tidak ada partai yang bisa mengusung calon presiden dari partainya sendiri. Sehingga mau tidak mau harus ada koalisi untuk memenuhi standar ambang presidential treshold sebanyak 20%. 

Dalam pemilu tahun 2014 ada dua koalisi dalam pemilu, pertama, koalisi Merah putih dengan capres Prabowo–Hatta digaet dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Geridra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Persatuan Indonesia (PPI). Sedangkan yang kedua yaitu sang pemenang Jokowi –JK dari koalisi Indonesia Hebat disusun oleh partai:

  1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
  2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
  3. Partai Nasional Demokrat (NASDEM)
  4. Partai Hati Nurani Rakyat(HANURA)
  5. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  6. Partai Persatuan Pembangunan (sejak 7 Oktober 2014) PPP
  7. Partai Amanat Nasional (sejak 2 September 2015) PAN
  8. Partai Golkar (sejak 1 November 2015) Golkar

Sekarang, marilah kita mencoba berandai-andai.

Kita mencoba mencari salah satu sumber untuk mendapatkan data mengenai elektabilitas capres yang berkembang di masyarakat yang diambil dari lembaga PolMark Indonesia [3].

  1. Joko Widodo 41,2 persen
  2. Prabowo Subianto 21,0 persen
  3. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) 2,9 persen
  4. Anies Baswedan 2,2 persen
  5. Hary Tanoesoedibjo 2,0 persen
  6. Gatot Nurmantyo 2,0 persen
  7. Jusuf Kalla 1,9 persen responden
  8. Megawati Soekarnoputri 1,1 persen
  9. Rhoma Irama 1,0 persen
  10. Mahfud MD 0,6 persen.

Mari kita simpan calon calon presiden tersebut sebentar.

Kita kembali kepada koalisi yang terbentuk pasca pilpres 2014. Jika PDI-P menguasai kursi DPR kemungkinan besar ada beberapa partai politik mencari jalan aman dengan berkoalisi kepada PDI-P. salah satunya Golkar yang secara tegas akan mendukung PDI-P dalam pilpres 2019 [4]. Ini dilakukan lebih dini agar Golkar punya kesempatan agar kadernya menempati posisi wakil presiden. Jika dihitung-hitung maka prosentase yang telah diraih adalah 19,4% + 16,25% = 35,65% DAN telah mengantongi tiket untuk pilpres 2019.

Bagaimana dengan sisanya?

Kita lihat, partai Gerindra masih tidak bisa move on dan gigih untuk mengajukan kadernya untuk menjadi RI1. Dari pengamatan saya, agaknya soulmatenya yakni PKS masih akan setia mendukung [5]. Jika kita lihat prosentasenya maka 13,04 % + 7,14 % = 20,18 % DAN telah mengantongi tiket untuk pilpres 2019.

Rupanya suara–suara yang bergema dipublik saat ini masih didominasi oleh 2 calon tersebut. Mengenai sisanya, ada beberapa partai yang mencoba mendekati bahkan mencoba untuk netral bahkan membentuk koalisinya sendiri.

PKB yang sedari dulu mendukung PDI-P bisa saja kembali mendukung kembali. Maka jika ditambah PKB total presentase koalisi PDI-P adalah 8,39% + 35,65% = 44,04%. Namun itu tidak bisa dijadikan patokan karena bisa jadi PKB akan membentuk koalisi sendiri dan mengajukan calon presiden mengingat ada wacana PKB akan mengusung Gatot Nurmantyo sebagai calon presiden[6]. Begitupula dengan PPP [7] yang agaknya akan kembali berkoalisi dengan PDI-P sehingga kemungkinan suara akan bertambah menjadi 6,96 % + 44,04 % = 51 %. Ditambah lagi dengan NASDEM [8] yang tegas akan mendukung PDI-P sehingga akumulasi suara menjadi 6,43% + 51 % = 54, 43 %. Untuk partai HANURA yang sepakat untuk mendukung PDI-P menyumbang presentase 2,86% + 54,43 % = 57,29 %. Jika dilihat dari presentase sekarang kita bisa menerka-nerka siapa yang akan melenggang di istana Negara dan menguasai kursi di Senayan.

Untuk PAN, dominasi yang beredar di publik akan mendukung Gerindra dan PKS. Ini dibuktikan dalam beberapa koalisi dalam Pilkada 2018[9]. Jika memang benar maka 8,57% + 20 ,18 % = 28,75%. Mengenai kongsi Cikeas masih menjadi teka teki bagi para pengamat politik di Indonesia. Bisa jadi SBY mengamanatkan agar kadernya mencalonkan diri menjadi capres dengan sokongan dari partai-partai yang masih belum tegas mendukung PDI-P maupun Gerindra. Namun peluang tersebut agaknya terlalu kecil mengingat banyak masyarakat yang tidak terlalu tertarik terhadap kader kader demokrat saat ini selain AHY. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Jokowi dan Prabowo akan kembali berduel dalam laga pilpres 2019 seperti dalam pilpres 2014.

Jika kita lihat pilpres di Amerika Serikat, memang suara rakyat didominasi oleh capres Hillary Clinton namun apalah dikata, AS mengamini sistem electoral college sehingga popular vote belumlah mutlak sebagai pemenang untuk memperebutkan kursi tertinggi gedung putih. Ini berarti suara suara yang aktif di media publik baik daring maupun luring belumlah menjadi hasil akhir pilpres 2019 sama halnya dengan prediksi bahwa Jokowi bakal menjadi incumbent.

Pemaparan diatas hanyalah sedikit dari gambaran peta politik saat ini. Setidaknya masyarakat bisa menilai dan tidak kaget dengan keadaan politik yang tengah panas saat ini.

Wassalamualaikum..

[1] Putusan MK nomor 71/PUU-XV/2017
[2] http://www.dpr.go.id/tentang/fraksi
[3] http://nasional.kompas.com/read/2017/10/22/17325561/10-capres-dengan-elektabilitas-tertinggi-menurut-survei-polmark
[4] http://www.tribunnews.com/nasional/2017/12/18/jokowi-dapat-surat-penegasan-dukungan-partai-golkar-pada-pilpres-2019
[5] https://www.jawapos.com/read/2017/08/18/151857/pilpres-2019-presiden-pks-pastikan-partainya-akan-melawan-jokowi
[6] https://news.detik.com/berita/3675929/pkb-lirik-gatot-jadi-capres-di-pilpres-2019
[7] https://www.jawapos.com/read/2018/01/06/179625/sindir-partai-islam-lain-ppp-dukung-jokowi-maju-di-pilpres-2019
[8] http://nasional.kompas.com/read/2017/11/15/21101151/resmi-nasdem-dukung-jokowi-di-pilpres-2019
[9] https://news.detik.com/berita/3675929/pkb-lirik-gatot-jadi-capres-di-pilpres-2019

Posting Komentar untuk "DE JAVU PILPRES 2019 (MEMBACA PETA POLITIK PILPRES 2019 VERSI PRESIDENTIAL TRESHOLD)"