Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Salah Pilih Suami

Tahun lalu, aku sedang duduk di kursi sofa yang nyaman depan televisi di Warung Arofahku. Tiba-tiba ada yang datang seorang Ibu muda usianya 4 tahun dibawahku, dengan mata merah yang dilinangi air mata. Sambil berkata "Ida, si eta nyeuri hatekeun terus. Aing mah geus teu kuat."
Tak lama kemudian, ada derung motor yang berhenti di depan warung, seorang pria suami wanita ini masuk sekonyong-konyong ke dalam kamar dimana istrinya sedang menangis.


Aku yang tak tahu menahu ada apa ini, cuman bisa melipir ke luar warungku sendiri. Aku tak mau mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Aku mempersilahkan mereka cekcok didalam kamar, dan aku mencari udara segar diluar di bawah pohon belimbing di halaman rumahku. Si suami keluar dan pamit, "Tah, pangmamatahankeun awewe jiga kitu." (Tuh, nasihati perempuan seperti itu)

Selang beberapa bulan setelahnya, ada perempuan lain usianya 3 tahun dibawahku, sudah memiliki 2 orang anak yang lucu-lucu. Dia datang dengan muka ditutupi kerudung, tiba-tiba masuk ke warungku seraya memelukku sambil berkata "Idaaaaa..." disertai isak tangis yang tak bisa ia tahan. Aku buka kerudung yang menutupi mukanya, subhanallah bibirnya legam dan bengkak. Di sekitar dahi dan kepalanya ada benjolan hijau menandakan terkena hantaman benda tumpul.

"Kunaon ieu? Kusaha ieu?" aku bertanya padanya siapa yang tega melakukan ini padanya. Ternyata suaminya sendiri, Aku ambil es yang ada dalam kulkasku. Aku kompres luka-lukanya, aku baringkan badannya. Sebisa mungkin aku menenangkannya, semampu yang aku bisa.

Dan tadi siang, sambil mengerjakan tugas aku dan temanku mengobrol masalah pranikah. Ada salah seorang mantan temanku yang menikah, tapi pernikahannya terjadi sangat singkat. Masih diatas pelaminan, masih memakai baju pengantin, kata cerai sudah terucap. Kok bisa?




Iya bisa, jadi saat si mempelai pria ke kamar mandi dompetnya ia simpan di kursi pelaminan. Si mempelai istri membuka dompet suaminya yang baru ia nikahi tadi pagi, ia melihat isi dompet suaminya dipenuhi obat-obatan terlarang. Dia tak menyangka suami yang baru ia nikahi adalah seorang pemakai narkoba. Ia tampar dan minta diceraikan saat itu juga, si suami pun mengaku bahwa ia memang pemakai. Naudzubillahi min dzalik.

Ini kisah nyata, dua diantaranya aku alami sendiri. Sekadar sebagai pengingat diri bahwa pasangan kita adalah copy paste diri kita sendiri. Kita bisa belajar dari lingkungan sekitar kita sendiri, mencegah hal buruk yang sama tidak terjadi pada diri kita. Seorang pria adalah qawwam atau pemimpin bagi seorang perempuan, seperti termaktub dalam surah An-Nisa: arrijalu qawwamuna'alannisa.


Seperti halnya pria yang mendambakan istri yang sholehah yang menjaga izzah dirinya. Begitu pun perempuan menginginkan seorang pria sholeh yang bisa mengajaknya menuju surga Allah. Tapi kita terkadang sering lupa, berkaca pada diri sendiri. Kita lupa menciptakan diri ini menjadi sosok yang didambakan, menjadikan diri kita sosok yang sholeh atau sholehah di mata Allah.
Semoga kita tidak salah memilih suami. Pepatah sunda mengatakan bahwa "Seorang anak perempuan yang dididik lemah lembut oleh ayahnya, kelak suaminya pun akan memperlakukannya secara lemah lembut pula. Dan seorang anak perempuan yang dididik dengan keras dan kasar, maka kelak sang suami akan berlaku kasar dan keras pula pada sang istri."

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Wallahua'lam bishshowab.

Maaf jika ada kesamaan tempat atau ceritanya mirip, karena ini bukan cerita fiksi khayalan novelis. Tapi pengalaman pribadi sang penulis.
Bandung, 11 Juli 2017
Ida Ayu Nur'Arofah, yang bercita-cita menjadi anak, istri, dan Ibu yang sholehah

Posting Komentar untuk "Jangan Salah Pilih Suami"