Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyebut Sebuah Nama

بسم الله الرحمن الرحيم 
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang


28 Maret 2017, di bawah navy nya langit yang terbilang cerah sehingga memperbolehkan beberapa bintang menyinarkan diri sehingga mampu tersorot bagi mata yang menyadarinya.

Sore tadi, meskipun ada anjuran jangan tidur menjelang petang mataku yang tidak mengantuk ini patuh saja pada Mesencephalon untuk menutup. Sampai mata terbuka kembali ternyata sinar surya telah terlelap menggantikan tidurku barusan. Komat magrib telah lama berlalu, aku terduduk menunggu dengan setia sirkulasi darah menjalar sampai ke otak sebentar. Aku bergegas menunaikan sholat isya' juga setelahnya, karena tak lama waktu sholat 4 rokaat itu masuk.

Aku belum mandi, ya tak ada rasa ingin mengguyurkan air ke badan kali ini. Hanya mendamba kesegaran. Aku ambil air wudhu kembali, bahkan sampai betis pun aku basahi. Segar rasanya. Setelahnya, tanpa sengaja mata ini bertemu dengan mata langit. Ia berkedip namun tetap menjaga kedermawanannya. Mengesankan.

Kesunggingkan senyuman mungil untuknya untuk membalas kebaikannya. Namun kemudian seketika ku tersadar suatu hal..

Sering kali,
Ketika hati ini mulai goyah akan sesuatu, misal ketika sedang jalan² dan tepat sedang berpuasa, mayoritas mutlak akan menginginkan sesuatu yang pasti setidaknya membatin makanan apa yang akan dimakan ketika berbuka nanti. Apalagi ketika melihat es teh di kantin kampus yang sedang disandingkan dengan gorengan renyah sedap disantap Pace itu... Hmm, surga dunia.

Ya pasti kita tanpa sadar akan berkata, wah enak juga tuh es teh buat buka nanti, seger.. atau, "gorengan anget sama ceplusan lombok enak nih, buat awalan sebelum nasi hangat menyapa perut." Ahaha.. subhanallah, siapa hayo yang seperti ini? Saya? Tidaklah sebuah perkara jika yang saya hadapi saat berpuasa adalah sebatas santapan duniawi seperti itu. Ada yang lebih besar dari itu & kita akan bahas dilain kanvas.

Balik ke lepi,
Sering kita menyebut sebuah nama sampai membuat kita lupa suatu kenikmatan tersendiri. Kita sibuk berfikir "menu apa nanti untuk berbuka", sekalipun air es di warmindo, dari pada mensyukuri, "yes! Aku bisa puasa daud juga Minggu ini. Insyallah, besok lagi." Apa yang salah? Tidak ada. Boleh saja melakukan itu. Tidak ada hadist atau sepenggal kalimat Al-Quran yang melarangnya. Tapi, coba resapi ini... Apalah arti sebuah sebungkus nasi, jika ketika makan lauk menggunung, menyesap sebatang lintingan putih berujung kuning dengan nikmat setelahnya, lalu tiba² teringat saudaraku di Palestina sana, di Afrika sana, mati²an membela diri atas haknya dan pontang panting mencari air bersih untuk sekedar meredakan dahaganya. Itupun dengan uang pas-pasan aku sering menyisakan satu nasi di piring dan tidak menghabiskan pesanan es jeruk karena gengsi dengan kawan makan ataupun karena kekenyangan padahal kita tahu apa arti kata Mubadzir itu.
Allahu Akbar.. lama² bisa berhenti makan ini karena teringat terus. Jangan...

Syukuri.. bersyukur.. atas apapun yang telah diberikan. Makan apapun yang dihidangkan di rumah, senang memakan apapun yang mampu dibeli anak kost an. Tidak menyisakan. Nikmat akan muncul.


Sama halnya ketika kita, mulai memiliki perasaan pada sesuatu. Pada rekan bisnis, yang dirasa menarik kemisteri.. Pada salju yang dirindu karena kita hidup di Indonesia yang hanya 2 iklim, dan bukan waktu salju turun dikedua iklim itu.. Pada sepatu Trace yang sudah sejak tahun lalu diidamkan, menunggu kumpul uang gajian yang selalu habis dipertengahan bulan.. oh Tuhan, dilemma manusia begitu complicated.

Ribet ya? Enggak kok. Kita saja yang menjatuhkan diri. Sebegitunya ingin dan memikirkan, sampai kebawa mimpi hanya karena sebuah barang keinginan. Sampai berdoa biar Tuhan yang memberikan. istighfar nak...

Apalah arti semua nama itu?
Tidakkah kita terkesan terlalu menuntut Allah jika sampai menggambelangkan segala sesuatu saat berdoa kepadaNya?

Pernah aku mendengar kajian seorang ustadz yang membahas problematika anak muda yang sedang kasmaran, ia berdoa kepada Tuhannya, ia meminta ini-itu, ia memohon didekatkan impian hatinya, memang ia tak menyebutkan sebuah nama meskipun sedang jatuh cinta, ia tahu kaidah dalam mengenal cinta, tapi lupa tata cara mengucap doa kepadaNya. Kurang lebih begini doanya:

"Ya Allah, aku sedang jatuh cinta.. tapi karena aku tahu aturannya, aku tak akan berharap dengannya. Karena Engkau lah yang memiliki manusia. Aku ingin mengahaturkan cinta yang sopan. Aku hanya ingin kelak Kau dampingkan kepadaku sosok yang Sholih/Sholihah.. Gak perlu paras yang seperti selebritis namun enak dipandang, menenangkan hati, kalau bisa ia tinggi/ manis.. ia sosok yang cerdas, sehingga kelak kami dengan niat kepadaMu dapat membangun rumah tangga sakinah..dll.."

Tertawakah membaca ini? Sama. Pertama kali aku mendengar dari sang ustadz, aku nyaris ngakak. Betapa lucunya ini bila didengarkan orang lain. Sedangkan siapapun yang pernah berdoa demikian benar² bersimpuh dalam ketulusan.

Pernahkah kamu tanpa sadar atau bahkan dengan sadar berdoa demikian?

Apakah ada larangan berdoa demikian?
Jelas tidak ada gramatikal dalam berdoa, bukan???
Siapakah sosok ini yang mempermasalahkan bagaimana seseorang berdoa kepada Tuhannya?
Tuhan saja tidak pernah mendebatkan soal tata cara berdoa. Dia hanya menyuruh untuk berdoa.
 😐🤔
Tidakkah mengerti bagaimana ketika rasa yang terlanjur jatuh, namun hanya bisa mendoakannya???
Yah.. begitulah para pujangga bersyair cinta.

Allah..  terperinci sekali.. apakah setidakpercaya itukah kita sampai memohonkan detail apa yang kita rasa butuhkan, padahal jelas Allah yang mengerti dan tahu apa yang terbaik untuk hambaNya.

Krusial menyebutkan sebuah nama? Ya penting, jika bibir ini melantunkan untuk nama Allah. Allah yang masih mengizinkan matahari terbit dari kaki langit Timur. Allah yang terus mengasihi daging bernyawa ini meski terus mencoba mengelabuhi dengan alasan sepele enggan melakukan peraturan masuk surgaNya yang kita jelas idamkan. Allah yang masih membiarkan O² menari-nari di udara sehingga hidung yang pilek ini setidaknya masih bisa memasok oksigen ke paru-paru untuk membuka mata & beraktifitas melakukan kegiatan yang baru sampai detik ini.

Layaklah hanya Allah yang mempunyai nama. Dialah dzat abadi di segala galaxi.

Apakah kita lupa, nama² yang dipakai selama ini milikNya?
Addin, Sholeh, Abdurrahman, Ghafur, Fattah, Mutiah, Addin, Azizah, Shobirin,..
(yaa, seseorang yang faham bahasa Arab akan lebih baik dalam menjelaskan masalah ini. Bagaimana sesungguhnya segala nama pasti berkaitan dengan namaNya).

Apakah kita lupa ketika pangkat bergengsi mengampit nama lengkap seketika akan hilang seri saat meninggal?
Kelak yang orang² ucapkan hanyalah,
"jenazahnya akan dikebumikan dimana ya?"

Apakah kita lupa arti kalimat "Bismillahirrahmanirrahim"??? Yang bahkan setiap hari kita mengucapkannya. "Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang". Apakah sosok lain yang di-nama-kan dalam Alquran selainNya?
Hanya Dialah yang patut disebut namaNya.


Sama halnya ketika berbicara soal pekerjaan. Banyak dari kita pasti menyelipkan nama dalam berdoa untuk memantapkan diri sendiri.

"Ya Allah, izinkanlah aku masuk ke perusahaan besar, Google yang tidak memerlukan sarjanawan berpangkat tinggi seperti Indonesia untuk menunjukkan potensi dan kelihaian dalam berkerja..."

Eaaa. Sebuah nama lain lagi juga yang disebutkan. 🙄

Doa itu simple,

"Ya Allah.. terima kasih rezeki hari ini dan hamba mohon terus memberikan yang terbaik seperti saat ini."

Rasa syukur, ucapan terimakasih, dan kepasrahan.

Pernah mendengarkan sound track Film Cinderella? A Dream Is A Wish Your Heart Makes. Jika dilihat dari kaca agama yang diridhoi Allah ini, lagu ini mengisahkan cara berdoa. Yaitu, percaya akan dikabulkanNya.

Kita tidak akan pernah tahu cara kerja, yang bagi manusia hanyalah sebuah rangkaian sederhana kata doa, tapi ternyata para malaikat malah tersenyum saat kita mengucapkan.


Mungkin lucu memang pertama kali membaca meme diatas. Tapi lama kelamaan jika diresapi candaan macam apa ini? Apakah that creator faham larangan candaan terhadap agama. Ataukan ini diperbolehkan? Bolehlah, asal jangan sampai orang lain berfikir engkau seorang penista agama.

Emm, ataukah ini justru pertanda aku harus mulai lebih giat datang ke majelis dakwah untuk terus mempelajari agama sehingga dapat memperbaiki tadabbur yang selama ini mungkin mulai melenceng? Ya, inilah jawabanku. Semoga aku dipertemukan sosok ulama yang faham betul bagaimana mengatasi gelora jiwa muda yang haus ilmu agama seperti Felix Siauw, hlo?! Gimana sih ini ? Katanya gak nyebut nama!!!

Sadar aja telat, ihihi.

Jangan lupa untuk selalu tarik ulur penafsiran makna hidup n_n


**Haah.. langit kini mulai mendung. Tak terasa hari sudah berganti. Rasanya nyaman jika deras hujan menemani saat mata kembali terlelap.
KERF

Posting Komentar untuk "Menyebut Sebuah Nama"