Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Munafikkah Kita? (Bagian II)

Munafikkah Kita? (Bagian II)

picture source: ep.upy.ac.id


Memang sifat-sifat orang munafik itu secara rinci diterangkan dalam Al-Qur’an.

(1) Mereka suka menipu Rasul dan orang-orang mukmin, seperti diungkap dalam surat Al-Baqarah [2]: 84-85 dan surat An-Nisaa [4]: 142

(2)   Mereka pandai memutarbalikkan fakta, seperti dalam surat Al-Baqarah [2]: 11

(3)  Mereka suka memperolok-olokkan orang mukmin, seperti dalam surat Al-Hujuraat [49]: 11-12 dan surat Al-Baqarah [2]: 13

(4)  Mereka selalu ingkar janji dengan kata-katanya manis dan menakjubkan, seperti dalam surat Al-Hasyr[59]: 7, 11, dan 12

(5)  Mereka tak mau menerima nasihat takwa, bahkan sombong, dan berbuat dosa, seperti yang diungkapkan dalam surat Al-Baqarah [2]: 206

(6) Mereka banyak meresahkan masyarakat, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, seperti tersurat dalam surat Ali-Imran [3]:118

(7)  Sifatnya yang paling menonjol adalah avonturir dan opurtunis yang diungkapkan dalam surat An-Nisaa [4]: 141-143 dan surat Al-Baqarah [2]: 49, 54, dan 67

(8) Julukan mereka diabadikan Allah dalam surat khusus yakni surat Al-Munaafiquun yang memuat 11 ayat. Dari ayat 1 sampai dengan 8 berisi sifat-sifat mereka, sedangkan ayat 9 sampai dengan 11 berisi peringatan bagi orang mukmin.

Orang munafik umumnya adalah orang-orang yang cerdik pandai merekayasa kebatilan, memutarbalikkan fakta, dan menyelimuti kebohongan. Semuanya itu bukanlah pekerjaan yang mudah yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang bodoh. Salah satu etnis yang diberi kelebihan oleh Allah adalah Yahudi, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2]: 47 “Dan (ingatlah) bahwasannya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.”

Buktinya bisa kita lihat dan kita rasakan sekarang. Dengan segala kelebihan dan kemunafikannya itu mereka telah banyak membuat masyarakat Islam menderita. Hanya dengan seorang Yahudi bernama George Soros, ekonomi bangsa-bangsa di Asia sudah kelimpungan. Oleh karena itu, dalam menyikapi orang munafik Allah telah memerintahkan kepada Nabi demikian jelas dan tegas (Q.S. At-Taubah [9]: 73), “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka.”

Di beberapa ayat Al-Qur’an diterangkan secara gamblang bagaimana usaha orang munafik untuk menjegal kegiatan orang mukmin agar tidak menaati Allah dan Rasul, mengajak kepada kakafiran, serta memerintah munkar dan melarang yang ma’ruf (Q.S. At-Taubah [9]: 67). Memang orang munafik itu gelarnya cukup banyak sesuai dengan aktivitasnya; dalam Al-Qur’an kadang-kadang disebut setan dari golongan manusia (Q.S. Al-Baqarah [2]: 14), di ayat lain disebut juga kafir (Q.S. At-Taubah [9]: 68,73,74). Dalam menyikapi orang kafir Allah telah memberikan petunjuk yang cukup jelas (Q.S. Ali-Imraan [3]: 196), “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan ornag-orang kafir bergerak di dalam negeri.”

Orang munafik disebut juga orang fasik (Q.S. At-Taubah [9]: 67). Menurut Al-Qur’an, kesaksiannya tidak boleh diterima, berita yang dibawanya tidak boleh dipercaya (Q.S. Al-Hujuraat [49]: 6). Barangkali kita masih ingat kisah kemunafikan orang Yahudi di zaman Musa;

Pertama, ketika mereka diselamatkan Allah dari kelaliman Fir’aun, lalu dibawa Musa eksodus dari Mesir ke Kanaan. Mereka diperintahkan agar masuk ke negeri orang dengan bersikap rendah hati dan baik budi, tapi mereka malah bersikap sombong;

Kedua, menyakiti hati orang. Seringkali air susu dibalas dengan air tuba, padahal selama 40 tahun di padang Tih, mereka hidup berkecukupan, tanpa susah payah makanan dan minuman sudah disiapkan manna dan salwa, serta diberi keteduhan awan yang membuat kenyamanan. Akan tetapi, mereka bukannya bersyukur, melainkan mengomel;

Dan ketiga, mereka diperintahkan datang merendah mohon ampun,  tapi perintah itu diganti dengan mohon gandum, khithotun diganti dengan khintotun (Q.S. Al-Baqarah [2]: 58).
Itulah salah satu kelihaian orang-orang Yahudi yang munafik, disuruh menunduk malah menyombong, disuruh makan yang baik malah rakus, disuruh sabar mengomel, disuruh kepada khitah (mohon ampun) malah khintah (mohon gandum). Selama riwayat Yahudi yang identik dengan kata munafik, tidak kurang dari 70 nabi yang telah mereka bunuh. Untuk itu, berhati-hati terhadap Yahudi menjadi penting, bukan!



*Dicatut dari Buku ‘Komunis Lebih Ekstrem Daripada Iblis’ 
Karya KH. Olih Komarudin Penerbit PT. Alma’arif Bandung 

Penulis: Ida Ayu Nur’Arofah     

Posting Komentar untuk "Munafikkah Kita? (Bagian II)"